TONDANO – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Minahasa dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Minahasa, sepakat soal Restorative Justice tentang Pengawasan Pelaku Penyalahgunaan Narkotika, dan Penanganan Tindak Pidana Pasca Restorative Justice Rehabilitasi di Bidang Narkotika, di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara.
Hal ini menyusul penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara kedua belah pihak, yang diwakili Bupati Minahasa Robby Dondokambey SSi MAP didampingi Sekretaris Daerah Dr Lynda D Watania MM MSi, dengan Kepala Kejari Minahasa, Benny Hermanto SH MH, Rabu (27/08) pagi, bertempat di ruang sidang Kantor Bupati, Tondano.
Kejari Hermanto mengatakan, MoU ini untuk meningkatkan efektifitas pengawasan dan penanganan tindak pidana narkotika pasca Restorative Justice yang merupakan program dari Kejaksaan Agung untuk mengembalikan seperti semula, tidak perlu dilanjutkan ke pengadilan.
“Program Restorative Justice pada jenis kasus yang lain juga telah Kejari Minahasa laksanakan dan mendapat peringkat kedua tingkat provinsi karena sukses dilakukan, secara khusus pada kasus penganiayaan karena pengaruh minuman keras,” kata Hermanto.
Lanjut kata dia, Kejaksaan Agung menginstruksikan agar semua Kejaksaan Negeri membuat perjanjian dengan Pemerintah Daerah setempat, sehingga bisa dibentuk satgas untuk penanganan narkotika, pencegahan dan pemberantasan.
“Memang hingga kini Polres Minahasa belum ada penanganan kasus, tapi dari Polda Sulut, ada lima kasus di Minahasa yang lebih banyak pada pelaku pengedar,” pungkasnya.
Sementara, Bupati Robby Dondokambey menyambut baik MoU ini. Dalam sambutannya, dirinya mengatakan bahwa, pengawasan pasca Restorative Justice sangat krusial agar pelaku tidak mengulangi tindak pidana dan mampu kembali ke masyarakat,”
“Proses Restorative Justice tidak berhenti saat perkara selesai. Penanganan pasca sangat penting, terutama bagi penyalahguna narkotika, di mana tahap rehabilitasi dan pengawasan berkelanjutan menjadi kunci untuk memastikan pemulihan total,” kata Bupati.
Lanjut kata Bupati, kerja sama ini melibatkan tiga poin utama yakni, koordinasi pengawasan yang meliputi pemantauan berkala dan pelaporan berjenjang. Kemudian, pertukaran data dan informasi, dimana memastikan setiap langkah pengawasan terukur, akuntabel, dan transparan.
“Yang terakhir, pembentukan tim gabungan yang melibatkan Kejari, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, Kepolisian, dan perangkat daerah terkait,” pungkasnya.(*Victor)
